Filsafat Etika

Dalam sejarah perkembangan ilmu, Filsafat etika merupakan aliran pertama dalam filsafat, dengan Socrates -sang mahaguru para filsuf- sebagai pelopornya. Ada dua pertanyaan penting yang mendasari filsafat etika, yaitu:
  1. Apa yang dimaksud hidup yang baik itu? What is the good life?
  2. Bagaimana kita bertingkah laku? How should we act?
Pada perkembangan selanjutnya, pembahasan dalam filsafat etika berkutat pada tiga “rukun” yang senantiasa ada dalam sebuah perbuatan, sebagai jawaban dari dua pertanyaan inti tersebut, yaitu:
  1. Pelaku atau orang yang melakukan tindakan (agent)
  2. Tindakan atau kelakuan (deontologis)
  3. Akibat dari perbuatan tersebut (effect)
Apa maksudnya? Anda tentu masih bingung dengan poin-poin yang disebutkan di atas, bukan? Tenang, apa yang Anda rasakan memang wajar, karena poin-poin tersebut memang belum diuraikan lebih jauh dan belum memiliki penjelasan sama sekali. Untuk itu, agar tidak membingungkan, kita akan berusaha mengurai tiap poin tersebut dalam bahasan berikut.

Rukun Pertama dalam Filsafat Etika - Agent

Menurut para penganut rukun yang pertama, sesuatu itu dikatakan baik dan benar kalau dilakukan oleh orang-orang yang baik. Jadi, baik dan buruk sangat ditentukan oleh pelaku atau subjek. Rukun pertama filsafat etika ini kemudian melahirkan aliran-aliran dalam etika, di antaranya legalisme (etika hukum), bahwa baik dan buruk ditentukan sepenuhnya oleh hukum.

Sebagai penduduk yang tinggal di negara hukum, tentu tidak sulit memahami rukum iman pertama filsafat etika ini. Kita bisa dengan mudah melihat sesuatu itu baik atau buruk berdasarkan atas melanggar atau tidaknya perbuatan tersebut kepada hukum. Misal, kita dapat dengan mudah menyebutkan bahwa pencurian adalah salah satuetika yang buruk karena jelas-jelas melanggar hukum.

Namun, jika melihat sesuatu berdasarkan pada rukun filsafat etika yang pertama ini, tentunya akan sulit menjelaskan mengenai etika yang dilakukan oleh (mantan) orang jahat yang mencoba berbuat baik. Akan selalu ada anggapan negatif yang menempel pada (mantan) orang jahat ketika berbuat baik sekalipun.

Rukun Kedua dalam Filsafat Etika - Deontologis

Pandangan penganut rukun pertama dalam filsafat etika berbeda dengan penganut rukun filsafat etika yang kedua. Menurut mereka, baik dan benar sangat didasarkan pada tindakan atau perbuatan itu sendiri, bahwa perbuatan yang baik itu sudah baik dari sananya, terlepas dari siapa pelakunya dan apa akibatnya.

Berlaku jujur itu adalah baik dan ia tidak bisa diganggu gugat. Menolong orang itu merupakan sebuah kebaikan, baik itu dilakukan oleh seorang pencuri maupun seorang kiai.

Rukun kedua filsafat etika ini kemudian melahirkan beberapa aliran etika, semacam virtue ethics yang menyatakan bahwa benar dan salah itu didasarkan pada perbuatan-perbuatan yang bisa membawa orang menjadi lebih baik.

Rukun Ketiga dalam Filsafat Etika - Effect

Adapun menurut rukun dalam filsafat etika yang ketiga, baik dan benarnya suatu perbuatan didasarkan pada akibat yang ditimbulkannya. Suatu perbuatan dianggap baik apabila membawa akibat (konsekuensi) yang baik dan menguntungkan.

Sebaliknya, suatu perbuatan dianggap buruk apabila membawa akibat yang buruk dan tidak menguntungkan -baik bagi diri sendiri maupun orang banyak. Rukun etika yang ketiga ini melahirkan aliran-aliran semacam egoisme, emotivisme, hedonisme. Ketiganya menekankan pada kebaikan, kepuasan diri, dan utilitarianism yang menyatakan bahwa suatu perbuatan disebut baik kalau membawa manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang.

Tags: ,
© 2013 The dark anco. All rights reserved.
Powered by Ancorez