Filsafat Aristoteles

ilustrasi
Filsafat dalam sejarah perkembangannya dapat diklasifikasikan. Klasifikasi ini ditentukan berdasarkan letak geografis, budaya, wilayah hingga agama. Berdasarkan wilayah, filsafat dibagi menjadi 3, yaitu Filsafat Timur, Filsafat Timur Tengah, dan Filsafat Barat. Sedangkan klasifikasi berdasarkan agama, filsafat dibagi menjadi 4, yaitu Filsafat Islam, Filsafat Hindu, Filsafat Buddha, dan Filsafat Kristen.

Filsafat Aristoteles termasuk ke dalam klasifikasi Filsafat Barat karena ia berasal dari Yunani. Sebagaimana kita tahu bahwa Filsafat Aristoteles merupakan salah satu bagian terpenting dalam sejarah perkembangan ilmu Filsafat, khususnya Filsafat Barat. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil pemikirannya yang begitu maju, bahkan dianggap mampu melampaui hasil pencapaian dari gurunya, Plato.

Filsafat Aristoteles dianggap lebih sistematis, sebagai sebuah gaya ilmu yang ideal bagi dunia akademisi. Karena pada umumnya, ilmu yang baik adalah ilmu yang disusun secara sistematis. Sehingga tidak mengherankan bahwa Filsafat Aristoteles mampu diterima dengan baik oleh kalangan akademisi.

Riwayat Hidup Aristoteles

Aristoteles dilahirkan di Yunani, tepatnya di kawasan Chalcidice, Thracia. Ia lahir tahun 384 SM dari seorang ayah bernama Machon yang berprofesi sebagai tabib pribadi raja Amyntas dari Macedonia. Saat berusia 17 tahun, ia belajar di sekolah Plato yang bernama Academia di kota Athena. Sekitar 20 tahun ia menimba ilmu di sekolahnya Filsuf terkemuka itu.

Di sana, ia mendalami berbagai disiplin ilmu, mulai dari etika, politik, matematika, dan lain sebagainya. Aristoteles dikenal sebagai sosok murid yang kutu buku, karena ia banyak membaca dan mengoleksi buku-buku hingga rumahnya dipenuhi dengan buku. Rumah Si Tukang Baca, itulah julukan yang diberikan oleh Plato terhadap rumah muridnya tersebut.

Selain itu, Aristoteles memiliki jiwa pemberontak yang lumayan tinggi. Hal ini terlihat dari seringnya ia mendebat gurunya sendiri (Plato). Konon, seringnya timbul perbedaan pendapat dan perselisihan itulah yang pada nantinya membuat hubungan antara guru dan murid tersebut menjadi retak. Bahkan, sebagian ahli menyatakan bahwa hubungan mereka berdua sebenarnya telah retak jauh sebelum Plato meninggal dunia.

Meskipun sering berbeda pendapat, tapi pengaruh sang guru bagaimanapun juga tetap berpengaruh bagi Aristoteles. Beberapa ahli menjabarkan tentang beberapa perbedaan (pendapat/pemikiran) antara Aristoteles dengan Plato sebagai berikut:

  • Plato adalah seorang idealistis serta utopian, sementara Aristoteles adalah sosok filsuf yang realistis, berpandangan utilitarian, dan commonsense.
  • Pemikiran Plato dianggap Aristoteles sebagai pemikiran yang tak berguna, karena ia menganggap pemikiran tersebut menduakan realita.
  • Plato bersifat antusias dan imajinatif. Sedangkan Aristoteles berorientasi pada observasi.
  • Pemikiran Plato kerap kali berdasarkan intuisi, sementara Aristoteles berdasarkan abstraksi.

Seperti itulah beberapa poin yang menunjukkan perbedaan antara Plato dengan Aristoteles. Setiap kali ia ditanyai perihal penentangan dirinya terhadap gurunya itu, Aristoteles menjawab Amicus Plato, sed magis amica veritas. Keretakan hubungan tersebut konon membuat Plato enggan mengangkat Aristoteles sebagai pemimpin pengganti di sekolah Academia, Plato akhirnya memilih Speusippos.

Plato meninggal tahun 347 SM. Di tahun itu pula Aristoteles meninggalkan kota Athena dengan ditemani oleh Xenokrates, teman sekelasnya. Mereka hidup berpindah-pindah. Mulanya di Atarneus, di sana ia bertemu dengan Hermeias yang kebetulan juga alumnus sekolah Academia. Hermeias yang merupakan penguasa Atarneus pun menyambut gembira kedatangan Aristoteles dan Xenakrates. Bahkan mereka berdua diminta mengajar di sekolah Erastos dan korikos yang juga merupakan murid Plato. Terlebih lagi, Aristoteles menikahi seorang anak angkat sekaligus kemenakan Hermeias yang bernama Pythias.

Sayangnya kebahagiaan kedua mempelai itu terenggut setahun kemudian tatkala daerah kekuasaan Hermeias direbut oleh Persia, dan Hermeias pun dibunuh. Kemudian Aristoteles sekeluarga pindah ke Mitylene atas undangan Theoprastus, rekannya semasa sekolah di Academia.

Hingga pada suatu ketika, ia diundang oleh Raja Philippos dari Maccedonia untuk mengajar putranya, Alexander, seorang pemuda yang sulit diatur dan temperamental. Di bawah bimbingan Aristoteles selama dua tahun, sang calon petinggi kerajaan itu berubah menjadi pria sekaligus pemimpin yang mahir dan terampil dalam berbagai bidang.

Ketika Alexander berkuasa, ia masih akrab dengan Aristoteles. Bahkan, menganggap Aristoteles sebagai ayahnya sendiri. Selain itu, Alexander juga sempat mendirikan sebuah sekolah yang dinamakan Lyceum (diambil dari nama salah satu gelar dari Dewa Apollo) dan berhasil menghasilkan karya-karya sains.

Namun, keakraban itu berubah menjadi sebuah petaka tatkala Alexander yang bersikap diktator selama berkuasa, harus menerima ketidaksetujuan Aristoteles atas kediktatorannya tersebut. Konon, Alexander pun sempat berniat untuk membunuh Aristoteles.

Keretakan hubungan tersebut semakin meruncing tatkala Alexander lengser dari jabatannya hingga ia harus mengungsi dari Athena. Ia sempat diisukan bersikap kurang ajar terhadap dewa dan dianggap atheis oleh beberapa kalangan. Pada usia 62 tahun, tak lama setelah pengungsiannya, ia meninggal dunia.

Pemikiran-Pemikiran Aristoteles

1. Metafisika

Karena Aristoteles memang cenderung berpikir secara empiris, pandangannya pun terhadap berbagai hal cenderung pada hal-hal yang konkret. Aristoteles mulai dari pengumpulan data dan fakta, menyusunnya ke dalam sebuah sistem berdasarkan ragam dan jenisnya, lalu mengaitkannya satu sama lain.

Dalam pandangan metafisika, ia berpendapat bahwa manusia mampu mencapai sebuah kebenaran. Baginya, tuhan berhubungan dengan diri sendiri. Dalam mencintai-Nya, kita tidak mengharapkan ia mencintai kita. Ia merupakan kesempurnaan paling tinggi dan kita sebagai manusia meneladaninya sebagai perbuatan serta pemikiran-pemikiran kita.

2. Etika

Menurut Aristoteles, etika adalah sebuah sarana untuk mencapai kebahagiaan serta merupakan elemen tertinggi dalam hidup manusia. Etika berfungsi untuk membimbing manusia agar dapat bersikap selayaknya dalam segala tingkah lakunya.

Etika Aristoteles tergolong dalam Etika Teleologis karena ia menghubungkan antara tindakan dengan sebuah dampak atau suatu tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan. Dengan demikian, suatu tindakan akan dianggap baik bila mengarah pada kebahagiaan dan buruk bila tidak mengarah pada kebahagiaan.

3. Logika

Silogismte merupakan hasil pemikiran tertinggi Aristoteles dalam bidang ilmu logika. Silogisme berarti menarik sebuah kesimpulan berdasarkan kenyataan yang bersifat khusus. Pengetahuan dapat dihasilkan dengan dua cara, yaitu induksi dan deduksi, dan premis mayor dan premis minor.

4. Ilmu Alam

Menurut Aristoteles, kosmos terdiri atas 2 wilayah berbeda sifat, yaitu sublunar (bumi) serta wilayah tata surya yang meliputi bulan, planet, serta bintang-bintang. Ia pun menganggap bahwa jagat raya ini terbatas, berbentuk bulat serta tanpa permulaan dan akhir. Bumi menurut Aristoteles, terdiri dari 4 unsur, yaitu api, air, tanah, dan udara.

Pemikiran dan Filsafat Aristoteles yang telah dijabarkan di atas memang belumlah lengkap. Namun, setidaknya penjabaran di atas telah mampu menggambarkan garis besar pemikiran dan filsafatnya yang hingga kini masih sering dikaji dan dijadikan bahan rujukan. Selanjutnya >>

Tags: , ,
© 2013 The dark anco. All rights reserved.
Powered by Ancorez