akal vs wahyu

"Setiap temuan baru sains adalah penyingkapan lebih lanjut tatanan yang Tuhan telah tanamkan di alam semesta milik-Nya"



    Pada posting sebelumnya saya tegaskan bahwa tidak semua filsafat adalah sesat. Lantas bagaimana sikap akal terhadap wahyu!? Bagaimana hubungan filsafat dengan agama?
Meskipun hubungan keduanya adalah paradoks, namun keduanya mempunyai keterkaitan dan tidak terpisahkan. *ibarat romeo and juliet...hehehe*
     Sa'adia bin Joseph, tokoh Yahudi abad pertengahan, mengatakan bahwa agama membutuhkan akal untuk menjelaskan dan mempertahankannya. Dengan kata lain, seperti yang dikatakan oleh Munk juga, akal jika dibandingkan dengan wahyu maka akal adalah ranking kedua setelah wahyu. Karena itu akal hanyalah penopang dan pembantu bagi wahyu.
     Ibnu Maimun, filosof Yahudi, meskipun menjunjung akal setinggi-tingginya, karena akal menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhan, namun ia menandaskan tugas filsafat sebagai hasil pekerjaan akal, ialah menjelaskan kebenaran-kebenaran agama. Ia menyatakan bahwa akal mempunyai batas-batas kesanggupan mengetahui yang tidak bisa dilaluinya, dimana kemudian akal harus menuju dan berlindung kepada wahyu, dalam masalah alam langit misalnya.
     Sikap yang sama juga dimiliki oleh tokoh-tokoh filosuf Masehi. St. Anselm, meskipun bersikap rasionalis dalam persoalan akal vs wahyu ini, namun ia juga memberikan uraian yang baik tentang keunggulan wahyu daripada akal. Albert the Great dan muridnya, yaitu Aquinas, menandaskan bahwa baik akal maupun wahyu masing-masing mempunyai daerah kekuasaannya sendiri. Menurut Aquinas, filsafat selamanya harus menjadi pembantu agama, dan sebaliknya filsafat akan tersesat jika agama membiarkannya jalan sendiri. Kedua filosof itu menentang ulama-ulama teologi yang menolak filsafat aristoteles, karena mengunggulkan agama. Keduanya juga menentang pengikut-pengikut Ibnu Rusyd yang menentang agama karena hendak membela filsafat.
     Lantas bagaimana pendapat Ibnu Rusyd tentang akal vs wahyu atau filsafat vs agama ini?
Meskipun ia memuja kekuatan akal dan mempercayai kesanggupannya untuk mengetahui, namun ia menyatakan bahwa di dunia ini ada hal-hal yang terletak di luar kesanggupan akal untuk dapat diketahuinya. Karena itu kita harus kembali pada wahyu untuk menyempurnakan pengetahuan akal.
     Dalam bukunya, Tahafutut-Tahafut, Ibnu Rusyd mengatakan:
"Semua yang tidak disanggupi akal, maka Tuhan memberikannya kepada manusia melalui wahyu."


Berkali-kali Ibnu Rusyd menegaskan bahwa perhatian filsafat ditujukan pada pengenalan apa yang dibawa oleh Syara' (agama). Kalau maksud ini dapat dicapai, maka filsafat harus mengakui kelemahan akal manusia terhadap apa yang dibawa oleh Syara' yang hanya bisa diketahui melalui Syara' itu sendiri.
     Menurut Ibnu Rusyd, kebahagiaan manusia di dunia ini maupun di akhirat nanti tidak akan didapatkan kecuali dengan keutamaan yang berhubungan dengan pikiran yang tidak bisa dicapai kecuali dengan keutamaan akhlak. Dan keutamaan akhlak ini tidak akan tertanam dalam jiwa kecuali dengan jalan mengetahui Tuhan dan memuja-Nya dengan ibadah-ibadah yang telah ditentukan oleh agama, seperti qurban, berdo'a, shalat, puasa dan perbuatan-perbuatan lainnya yang hanya bisa diketahui dari Syara'.
     Dengan kata lain, hal-hal tersebut seluruhnya atau sebagian besarnya tidak akan pernah jelas kecuali dengan wahyu atau apabila dijelaskan dengan wahyu maka akan lebih utama. Hal ini tentu bisa kita fahami, karena filsafat bertujuan mengamalkan tentang hikmah atau kebahagiaan manusia kepada sebagian dari mereka, yaitu mereka yang memiliki kesanggupan untuk mempelajarinya. Singkatnya, filsafat hanya ditujukan pada orang-orang yang pandai saja. Sementara Syara' bermaksud memberikan pelajaran atau tuntunan pada semua orang tanpa terkecuali. Karena itu ilmu yang dibawa oleh wahyu menjadi rahmat bagi semua orang, bahkan bagi semesta alam.
     Jadi wahyu dianggap oleh Ibnu Rusyd sebagai suatu keharusan untuk semua orang, dan kekuatan akal dalam mencari kebenaran berada dibawah kekuatan wahyu. Demikianlah sikap yang dikemukakan dalam kedua bukunya, Manahijul-Adillah dan Tahafutut-Tahafut.
:))

Tags:
© 2013 The dark anco. All rights reserved.
Powered by Ancorez